This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

SEKILAS SEJARAH NAMA WONOGIRI (BUMI KEDUWANG ITU AKHIRNYA MENJADI KABUPATEN WONOGIRI)


Naskah ini berasal dari tulisan dalam forum facebook Menggali Sejarah Wonogiri karya Mas Yoga Pujakesuma Wanadharma Girisaraya. Tulisan ini merupakan kajian dari berbagai sumber sejarah yang dirangkum menjadi sepenggal kisah sejarah tentang  asal usul nama Wanagiri (Wonogiri). 
-------------------------------
Adipati Mangkunegaran yang pertama (Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya 
Mangkunegara I / KGPAA MN I: 1757-1795) maupun penerusnya (KGPAA MN II: 1795-1835), sebagai adipati yang membawahi wilayah daerah yang sekarang bernama Wonogiri, ketika itu agaknya memang belum memberi nama Wonogiri atau dalam tata bahasa Jawa baku ejaan aslinya adalah: Wanagiri.

Peta lawas produksi orang Prancis, tahun 1718 lebih mencantumkan nama Cadoean (versi
ejaan untuk Kaduwang/Keduwang) yakni sebutan paling populer pada masa itu (dan mungkin sebelum itu) untuk daerah yang sekarang bernama Wonogiri. Nama Keduwang, begitu populer hingga abad ke-19. Keduwang juga nama sungai yang mengalir di daerah itu, dan masih lestari namanya (sebagai nama sungai) hingga sekarang. Gubernur Jenderal Raffles pun, dalam History of Java (1817) masih menyebut nama distrik Kadawang (maksudnya: Kaduwang). Bahkan, De Klerck dalam tulisannya tentang Perang Jawa (1825-1830) masih mencatat nama
distrik Kaduwang pula. Belum ada nama Wanagiri sama sekali.
Penulis sementara yakin bahwa nama Wanagiri memang baru dipakai sebagai nama daerah pada tahun 1847, pada masa pemerintahan KGPAA MN III (adipati
Mangkunegaran periode 1835-1853). Tahun itu juga merupakan momentum awal lahirnya Kawedanan Wanagiri, 90 tahun setelah berdiri Praja/Kadipaten Mangkunegaran. Sebelum ada kabupaten yang langsung berada di bawah Praja Mangkunegaran, secara hierarkis kawedanan (onderregent) merupakan daerah administratif di bawah kadipaten atau praja. Wilayah Kawedanan Wanagiri notabene adalah wilayah Kabupaten Wonogiri sekarang (ditambah Ngawen di daerah Gunung Kidul – Daerah Istimewa Yogyakarta yang saat itu menjadi wilayah enclave Mangkunegaran).
Pada saat masih berbentuk Kawedanan Wanagiri (mulai tahun 1847) itu, kepala pemerintahan kawedanan yang berlaku di wilayah Praja Mangkunegaran disebut: wedana gunung. Raden Ngabehi (R.Ng.) Jayasudarsa adalah wedana gunung pertama di Kawedanan
Wanagiri. Meskipun pada masa kemudian jabatan wedana atau wedana gunung tidak sama dengan bupati (karena ketika kemudian muncul kabupaten, maka kawedanan berada di bawah kabupaten); tetapi R.Ng. Jayasudarsa saat ini sering disebut-sebut sebagai ‘bupati pertama’ Wonogiri. Hal itu dapat dimaklumi, karena kedudukan kawedanan yang saat itu berada di bawah langsung Praja Mangkunegaran (dianggap setingkat dengan kedudukan kabupaten yang baru ada pada awal abad ke-19).
Pada tahun 1917, KGPAA MN VII (adipati Mangkunegaran periode 1896-1939) berkenan mengubah Kawedanan Wanagiri menjadi Kabupaten Wanagiri. Hal itu dinyatakan dengan surat resmi dengan menyebut tanggal 17 November 1917. Dengan demikian, secara hierarkis, wilayah di bawah Praja Mangkunegaran tidak lagi kawedanan, melainkan kabupaten. Wedana gunung-nya, yakni R.Ng. Warsa Adiningrat atau Warsadiningrat menjadi wedana
gunung terakhir di Wanagiri dan berubah jabatannya menjadi bupati Wanagiri
(Wonogiri). Sebagai bupati, R.Ng. Warsadiningrat dinaikkan gelarnya menjadi tumenggung, yakni: Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Warsadiningrat. Dialah bupati Wonogiri secara definitif yang pertama kali. 
Berubahnya status kawedanan menjadi kabupaten tidak serta-merta menghapus kawedanan. Akan tetapi, kawedanan secara hierarkis menjadi berada di bawah kabupaten. Dengan kata lain, Kabupaten Wanagiri (atau kemudian terpengaruh tata penulisan Belanda, sehingga ditulis menjadi: Wonogiri), dibagi menjadi
beberapa kawedanan. 
Jadi, Wanagiri (Wonogiri) sebagai nama daerah (mula-mula: kawedanan) baru terjadi pada tahun 1847 dan berubah menjadi kabupaten baru sejak tahun 1917, lalu mengapa tanggal 19 Mei 1741 dianggap sebagai Hari Jadi Kabupaten Wonogiri? Tentu 'ada udang di balik batu' dan ada narasi tertentu yang melatarbelakangi ditetapkannya tanggal 19 Mei 1741 sebagai Hari Jadi Kabupaten Wonogiri oleh otoritas pemerintah Kabupaten Wonogiri.
NB:
Yang jelas, Kabupaten Wanagiri merupakan wilayah Praja Mangkunegaran, paling tidak hingga Mangkunegaran kehilangan wilayah kekuasaannya, tahun 1946 (ketika Republik Indonesia 'masih bayi'). Ini bersamaan pula dengan dihapuskannya Daerah Istimewa Surakarta, dimana Negeri / Kerajaan Kasunanan Surakarta juga harus merelakan wilayah kekuasaannya kepada republik. Kabupaten-kabupaten bekas wilayah Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran (termasuk Kabupaten Wonogiri), termasuk Kota Surakarta sendiri (di mana istana Kasunanan Surakarta atau disebut Keraton Kasunanan Surakarta serta istana Mangkunegaran atau Pura Mangkunegaran berada) di bawah Karesidenan Surakarta.
Ketika Provinsi Jawa Tengah resmi dibentuk pada tahun 1950 (Undang-Undang Nomor 10), puluhan kabupaten dan kotamadya dari enam (6) karesidenan dimasukkan dalam wilayah administratif Provinsi Jawa Tengah. Pemerintahan daerah karesidenan pun
dihapuskan. Karesidenan adalah wilayah administratif di bawah provinsi atau gubernuran, yang muncul pada tahun 1811 (pada masa pendudukan Inggris) hingga akhirnya dihapuskan sama sekali pada tahun 1963 (berdasarkan Perpres Nomor 22 Tahun 1963 tentang Penghapusan Karesidenan dan Kawedanan). Kabupaten Wonogiri yang sebelumnya masuk dalam Karesidenan Surakarta otomatis menjadi wilayah Provinsi Jawa Tengah.
...
Yoga Pujakesuma
Ngadirojo


Baca juga :
Share:

LOGO HUT RI PROKLAMASI KE-75 PNG



Logo HUT RI Ke-75 Png dapat download link berikut ini :

Merdeka...!!
Share:

Kondisi Demografis Kabupaten Wonogiri Tahun 2019

Pengrajin UMKM Kabupaten Wonogiri

Kondisi Demografis Kabupaten Wonogiri Tahun 2019 dapat digambarkan sebagai berikut :

Jumlah penduduk Kabupaten Wonogiri Tahun 2019 sebanyak 1.091.504 jiwa, dengan jenis kelamin laki-laki lebih sedikit dari penduduk perempuan, yaitu penduduk laki-laki sebanyak 545.595 orang dan penduduk perempuan sebanyak 545.909 orang. Penduduk terbanyak
di Kecamatan Wonogiri sebanyak
88.446 orang atau sebesar 8,10%
dari total penduduk
dan yang paling sedikit di Kecamatan Batuwarno sebanyak 18.599 orang atau 1,70 % dari total jumlah penduduk. Sedangkan Jumlah Kepala Keluarga (KK) se Kabupaten Wonogiri mencapai 372.692 KK sehingga rata-rata jumlah jiwa dalam 1 (satu) KK sebanyak 3-4 jiwa. Secara rinci jumlah KK dan Penduduk Menurut Kecamatan pada tahun 2019 sebagai berikut :

Tabel 1.3

Jumlah Kepala Keluarga (KK) dan Penduduk
Menurut KecamatanTahun 2019

 

 

 

 

 

 

 

         

No

Kecamatan

Jumlah KK

Jumlah Penduduk

%

Laki-Laki

Perempuan

Total

1

PRACIMANTORO

24.285

33.804

34.413

68.217

6,25

2

GIRITONTRO

7.918

10.669

11.142

21.811

2,00

3

GIRIWOYO

14.805

20.261

20.955

41.216

3,78

4

BATUWARNO

6.611

9.194

9.405

18.599

1,70

5

TIRTOMOYO

19.364

28.126

27.687

55.813

5,11

6

NGUNTORONADI

8.904

12.965

12.792

25.757

2,36

7

BATURETNO

17.136

24.500

24.853

49.353

4,52

8

EROMOKO

16.144

22.538

23.057

45.595

4,18

9

WURYANTORO

10.023

13.728

14.293

28.021

2,57

10

MANYARAN

13.110

18.570

18.998

37.568

3,44

11

SELOGIRI

15.894

23.932

23.953

47.885

4,39

12

WONOGIRI

29.115

44.176

44.270

88.446

8,10

13

NGADIROJO

21.371

31.162

31.424

62.586

5,73

14

SIDOHARJO

15.204

22.659

22.697

45.356

4,16

15

JATIROTO

14.297

21.699

21.292

42.991

3,94

16

KISMANTORO

13.680

21.133

20.621

41.754

3,83

17

PURWANTORO

19.466

29.372

28.868

58.240

5,34

18

BULUKERTO

11.808

18.199

17.971

36.170

3,31

19

SLOGOHIMO

18.224

27.626

27.237

54.863

5,03

20

JATISRONO

22.082

33.416

32.831

66.247

6,07

21

JATIPURNO

13.099

20.460

19.892

40.352

3,70

22

GIRIMARTO

16.919

25.004

24.390

49.394

4,53

23

KARANGTENGAH

8.697

12.311

12.012

24.323

2,23

24

PARANGGUPITO

6.909

9.235

9.678

18.913

1,73

25

PUHPELEM

7.627

10.856

11.178

22.034

2,02

Jumlah

372.692

545.595

545.909

1.091.504

100

                  Sumber : Disdukcapil, tahun 2019

 

 

Sedangkan penduduk Kabupaten Wonogiri yang diperlihatkan pada tabel 1.4 data penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin memperlihatkan adanya penurunan tingkat fertilitas, karena pada penduduk kelompok umur 0-4 tahun, baik laki-laki maupun perempuan jumlahnya lebih kecil dibanding penduduk kelompok umur 5-9 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat fertilitas pada tahun 2019mengalami penurunan. Selanjutnya sebagian besar penduduk menurut kelompok umur merupakan usia produktif yaitu 15-64 tahun atau 68,48% dengan komposisi terbesar berada pada penduduk usia 15-19 tahun. Demikian pula dengan komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin laki-laki terbesar pada umur 15 – 19 tahun dan jenis kelamin perempuan pada umur 50 - 54 tahun.

 

Tabel 1.4

Data Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2019

 

No

Struktur Usia

Laki-Laki

Perempuan

Jumlah Penduduk

%

1

75+

25.542

31.664

57.206

5,24

2

70-74

16.088

18.846

34.934

3,20

3

65-69

26.092

24.887

50.979

4,67

4

60-64

31.052

33.044

64.096

5,87

5

55-59

35.449

39.016

74.465

6,82

6

50-54

39.447

42.030

81.477

7,46

7

45-49

38.110

39.501

77.611

7,11

8

40-44

37.164

36.398

73.562

6,74

9

35-39

38.782

37.985

76.767

7,03

10

30-34

34.180

33.048

67.228

6,16

11

25-29

38.175

35.555

73.730

6,75

12

20-24

41.018

37.882

78.900

7,23

13

15-19

41.209

38.630

79.839

7,31

14

10-14

37.140

35.134

72.274

6,62

15

5-9

35.266

33.562

68.828

6,31

16

0-4

30.881

28.727

59.608

5,46

Jumlah

545.595

545.909

1.091.504

100

            Sumber data : Disdukcapil tahun 2019

 

Dari data penduduk menurut kelompok umur pada tahun 2019, pada tabel 1.4 tersebut diatas memeberikan gambaran bahwa penduduk kelompok umur muda (0-14 tahun) dianggap sebagai penduduk belum produktif karena secara ekonomis masih tergantung kepada orang tua atau orang lain yang menanggung yaitu sebanyak 200.710 orang, penduduk kelompok umur produktif (15-64 tahun) adalah penduduk usia kerja yang dianggap sudah produktif yaitu sebanyak 747.675 orang, sedangkan penduduk kelompok umur tua (65 tahun keatas) yang dianggap tidak produktif lagi yaitu sebanyak 143.119orang. Sedangkan bila dibandingkan dengan tahun 2018 penduduk umur muda
(0-14 tahun) sebanyak
203.328 orang, penduduk umur produktif
(15-64 tahun) sebanyak 
742.703 orang dan penduduk umur tua (65 tahun keatas) sebanyak 140.166 orang.

 

Tabel 1.5

Rasio Ketergantungan Tahun 2018 dan Tahun 2019

 

Keterangan

Rasio Ketergantungan (RK)

Tahun 2018 (%)

Tahun 2019 (%)

RK Muda

27,38

18,38

RK Tua

18,87

13,11

RK Total

46,25

31,49

 

Dari perhitungan rasio ketergantungan total pada tahun 2018 sebesar 46,25%, artinya setiap 100 orang yang berusia kerja (dianggap produktif) mempunyai tanggungan sebanyak 46 orang yang belum produktif dan dianggap tidak produktif lagi. Rasio sebesar 46,25% ini disumbangkan oleh rasio ketergantungan penduduk muda sebesar 27,38% dan rasio ketergantungan penduduk tua sebesar 18,87%. Sedangkan pada tahun 2019 rasio ketergantungan total sebesar 31,49% artinya setiap 100 orang yang berusia kerja (dianggap produktif) mempunyai tanggungan sebesar 31 orang yang belum produktif dan dianggap tidak produktif lagi. Rasio sebesar 31,49% ini disumbangkan oleh rasio ketergantungan penduduk muda sebesar 18,38% dan rasio ketergantungan penduduk tua sebesar  13,11%. Hal ini menunjukkan rasio ketergantungan total tahun 2018 dan 2019 mengalami perubahan yang signifikan sebesar 14,76%. Sehingga terlihat bahwa tahun 2018 dan 2019 penduduk usia kerja masih dibebani tanggung jawab penduduk muda yang proporsinya lebih banyak dibandingkan tanggung jawab terhadap penduduk tua.

Tabel 1.6

Data Penduduk Berdasarkan Tamatan Pendidikan

Tahun 2018 dan Tahun 2019

 

No

Tingkat Pendidikan

Penduduk Tahun 2018

Penduduk Tahun 2019

Jumlah

%

Jumlah

%

1

Tidak/Belum Sekolah

191.153

17,60

196.456

18,00

2

Belum Tamat SD/Sederajat

139.959

12,89

136.765

12,53

3

Tamat SD/MI/Sederajat

370.679

34,13

367.340

33,65

4

Tamat SMP/MTs/Sederajat

194.850

17,94

196.130

17,97

5

Tamat SLTA/Sederajat

154.950

14,27

158.895

14,56

6

Tamat D1/D2

4.753

0,44

4.713

0,43

7

Tamat D3

8.210

0,76

8.362

0,77

8

Tamat D4/S1

20.476

1,81

21.614

1,98

9

Tamat S2

1.130

0,10

1.189

0,11

10

Tamat S3

37

0

40

0

Jumlah :

1.086.197

100,00%

1.091.504

100,00%

                Sumber data :Disdukcapil, Tahun 2019

 

Jumlah penduduk dilihat dari aspek kualitas tingkat pendidikan, selama periode 2018-2019 menunjukkan terjadinya perubahan. Penduduk usia di atas 10 tahun yang tidak/belum pernah sekolah dan belum tamat SD mengalami kenaikan dari 331.112 orang pada tahun 2018 menjadi 333.221 orang pada tahun 2019 atau naik sebesar 0,64% yang diakibatkan oleh bertambahnya jumlah penduduk yang tidak/belum sekolah. Disisi lain penduduk usia diatas 10 tahun yang memiliki ijasah tertinggi SD/MI/sederajat, SMP/MTs/sederajat, SLTA/sederajat mengalami kenaikan dari 720.479 orang di tahun 2018 menjadi 722.365 orang pada tahun 2019 atau naik sebesar 0,26%, sedangkan  yang tamat D1/D2, D3,S1 S2 dan S3 juga mengalami peningkatan dari 34.606 orang di tahun 2018 menjadi 35.918 orang atau meningkat 3,93% di tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengenyam pendidikan yang lebih tinggi telah mengalami perkembangan, selain karena kebijakan pemerintah yang terus menggalakkan urusan wajib di bidang pendidikan antara lain melalui Program Pendidikan Anak Usia Dini; Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun; Program Pendidikan Non Formal; Program Pendidikan Luar Biasa; Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan; Program Pelayanan Pendidikan Masyarakat Miskin, Program beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa berprestasi dan lain-lain.

Jumlah penduduk dilihat dari aspek mata pencaharian, seperti terlihat pada tabel dibawah ini:

 

Tabel 1.7

Data Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2019

 

No

Jenis Pekerjaan

Jumlah Penduduk

%

1

Belum / Tidak bekerja

173.089

15,86

2

Industri

5.734

0,53

3

Konstruksi

4.410

0,40

4

Mengurus Rumah Tangga

125.683

11,51

5

Pedagang

45.903

4,21

6

Petani

281.973

25,83

7

Peternak

722

0,07

8

Pelajar / Mahasiswa

168.928

15,48

9

PNS

12.243

1,12

10

T N I

401

0,04

11

Pensiunan

7.760

0,71

12

POLRI

658

0,06

13

Transportasi

6.577

0,60

14

Lainnya

257.423

23,58

Jumlah :

1.091.504

100

  Sumber data : Disdukcapil,Tahun 2019

 

Dari data penduduk berdasarkan jenis pekerjaan dari total jumlah penduduk sebagian besar sebagai petani yaitu sebanyak 25,83% dansebanyak 23,58% bekerja pada bidang lain diantaranya meliputi
Jasa-jasa (tukang cukur, tukang batu, tukang jahit, penata rambut,
tukang kayu dan lain-lain); buruh harian (buruh harian lepas, buruh
tani, buruh perkebunan, buruh nelayan, buruh peternakan dan
lain-lain); pembantu rumah tangga; seniman; tabib dan lain-lain.

 

Tabel 1.8

Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Tahun 2016-2019

 

Tahun

Jumlah Penduduk

Laki-Laki

Perempuan

Total

LPP (%)

2016

543.902

542.492

1.086.394

0,15

2017

548.500

547.329

1.095.829

0,87

2018

543.049

543.148

1.086.197

-0,88

2019

545.595

545.909

1.091.504

0,49

Sumber data : Disdukcapil,Tahun 2019

 

Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) adalah angka yang menunjukkan tingkat pertambahan penduduk pertahun dalam jangka waktu tertentu. Angka ini dinyatakan sebagai presentase dari penduduk dasar, adapun kegunaannya untuk mengetahui perubahan jumlah penduduk antar dua periode waktu. Sedangkan metode penghitungan LPP ini menggunakan metode geometrik.

 Perkembangan penduduk Kabupaten Wonogiri selama kurun waktu tahun 2016-2019 jika dilihat dari perkembangan LPP tahun 2016 sampai tahun 2017 mengalami pertambahan laju pertumbuhan penduduk 0,72 persen. Sedangkan dari tahun 2017 ke tahun 2018 mengalami pengurangan laju pertumbuhan penduduk meski prosentasenya hanya - 0,88 persen, dan dari tahun 2018 ke tahun 2019 mengalami pertambahan laju penduduk 0,49 persen. Sedangkan mobilisasi penduduk menunjukkan bahwa mutasi terbesar di tahun 2019 adalah mutasi penduduk dengan sebab pergi dan meninggal dunia yang meningkat cukup besar dibandingkan tahun sebelumnya.

 

Tabel 1.9

Mutasi Penduduk Tahun 2018 dan Tahun 2019

 

Mutasi

Jumlah

Tahun 2018

Tahun 2019

Lahir

10.708

11.676

Mati

5.885

7.435

Datang

5.582

7.101

Pergi

12.388

10.724

Sumber data : Disdukcapil,Tahun 2019

 (Sumber :LPPD Kabupaten Wonogiri Tahun 2020


Share:

Definition List

Unordered List

Support