Karena bekas punggawa kerajaan, Ki Curocono memiliki beberapa kesaktian dan kekuatan supranatural. Kesaktian yang paling terkenal saat itu adalah memindahkan air dengan menggunakan keranjang rumput yang terbuat dari bambu dari telaga Dusun Gedong Dusun Sambi ke telaga Kedhokan. Padahal keranjang tempat rumput ini bagian bawahnya berlubang karena hanya terbuat dari bambu, yang mustahil bisa diisi air karena air pasti akan keluar melalui celah yang ada. Akan tetapi berkat kesaktian Ki Curocono air tersebut tidak bisa menerobos celah sehingga bisa untuk membawa air hingga jarak yang jauh. Air yang ada di Telaga Kedhokan sampai sekarang masih dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kesaktian lainnya adalah mampu mendatangkan hujan apabila musim kemarau dirasa memberatkan warga untuk mendapatkan air bersih. Dengan berbagai ritual khusus, Ki Curocono sanggup mendatangkan hujan dengan sangat deras.
Setelah menetap dan berbaur dengan masyarakat sekitar, Ki Curocono akhirnya semakin dekat dengan masyarakat. Berkat kesaktiannya pula, ia sering didatangi oleh warga untuk dijadikan murid agar mendapatkan ilmu kebatinan dan kanuragan.
Semakin lama, jumlah warga yang menjadi murid semakin banyak, dan akhirnya Ki Curocono mendirikan perguruan “ Kejawen Kanoragan”.
Salah satu murid yang terkenal sangat rajin dan patuh adalah Ki Jebuk. Berkat kegigihan dan keuletan dalam mempelajari ilmu dari gurunya, Ki Jebuk akhirnya memiliki beberapa kesaktian yang bahkan bisa mengungguli gurunya.
Mendengar desas-desus yang menyebutkan kemampuan Ki Jebuk telah menyamai diri Ki Curocono maka sang guru ini dalam hati merasa iri. Ki Curocono akhirnya menyelediki sendiri kemampuan muridnya.
Dipanggilah Ki Jebuk untuk datang di suatu tempat yang diberi nama ladang Gelaran. Disuruhnya Ki Jebuk untuk memetik kelapa muda untuk dinikmati bersama-sama.
Dengan bekal kesaktiannya, Ki Jebuk menjentikan jarinya pada sebuah pohon kelapa, dan dalam sekejab saja pohon tersebut meliuk ke bawah seolah-olah mengarah ke Ki Jebuk untuk dipetik buahnya. Dan dengan mudah Ki Jebuk memetik buah kelapa dan menyerahkan kepada gurunya, Ki Curocono.
Melihat kesaktian muridnya ini, Ki Curocono bukannya bangga malah semakin membuat iri hati. Dalam pikirannya bagaimana cara menyingkirkan muridnya. Maka ketika melihat sang murid menengadah wajahnya untuk meninum air dari buah kelapa, Ki Curocono sekelibat menghunus senjata dan menebas leher muridnya. Berkali – kali menebas akan tetapi senjata yang digunakan tidak mampu melukai muridnya.
Akhirnya kejadian ini membuat muridnya, Ki Jebuk bersujud dan bersimpuh dihadapan gurunya karena merasa ada yang salah dengan dirinya. Karena sangat menghormati sang guru, murid yang sakti inipun menceritakan rahasia kepada gurunya jika ingin menghendaki dirinya bisa mati.
Dengan penuh nafsu jika nanti tersaingi muridnya, Ki Curocono akhirnya memenggal juga kepala muridnya. Namun peristiwa ajaib kembali terjadi, setelah terpisah dari badannya, kepala Ki Jebuk kembali menyatu dengan badannya, sehingga hidup lagi. Dan terus berulang sampai beberapa kali.
Dengan kegigihan dan nafsu yang membara akhirnya, Ki Curocono berhasil menewaskan Ki Jebuk. Setelah tewas, jasad badan Ki Jebuk dimakamkan di Gelaran, sedangkan kepalanya dimakamkan di tanah angker diberi nama Pok Simpen yang jaraknya setengah kilometer dari Gelaran.
Sampai pada waktunya, Ki Curocono akhirnya meninggal dunia dan dimakamkan di Gedong Dusun Sambi Desa Ketos Kecamatan Paranggupito.
Berkat kesaktian dalam mendatangkan hujan inilah, tanah di sekitar makam Ki Curocono jaman dahulu digunakan sebagai tempat menggelar ritual mendatangkan hujan. Ritual ini disebut sebagai “Udan Dawet” karena ada prosesi memercikkan dawet atau minuman santan dan gula kelapa di sekitar tanah makam. Ritual yang unik ini sudah jarang digelar karena kemajuan jaman.
Narasumber cerita : Mbah Martosuparno, diceritakan kembali oleh Sucipto, S.Pd M.Pd (Pelestari Budaya Kecamatan Paranggupito).