Sebelum Indonesia berdiri, kekangan penjajah kolonial begitu pedih dirasakan oleh rakyat. Selain merampas hak-hak rakyat jelata, pemberlakuan kerja paksa dan pajak yang tinggi semakin menjerumuskan rakyat ke dalam jurang kemiskinan. Rakyat jelata sengaja dibuat tidak berpendidikan agar mudah diatur dan diarahkan sesuai keinginan para kolonial. Hal inilah yang mendasari gerakan-gerakan perjuangan menentang kolonial. Bagi para pembesar kolonial, adanya gerakan perjuangan dianggap sebagai pemberontakan yang harus dimusnahkan.
Pada tahun 1935, di Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri ada bara api perjuangan melawan kolonial Belanda bangkit dan dipimpin oleh seorang Guru Spiritual bernama Kyai Tambak Merang. Pemberontakan ini membuat gusar penjajah Belanda karena mampu mengumpulkan simpati ribuan rakyat jelata untuk bergabung.
Nama kecil Kyai Tambak Merang adalah Sarimin. Ia lahir di Dusun Sunggingan Desa Sidakarta Kecamatan Girimarto, pada tahun 1875. Sarimin menghabiskan masa kecil dalam keadaan miskin karena orang tua merupakan petani.
Pada usia 25 tahun, Sarimin muda menikah dengan seorang gadis bernama Wiwit. Setelah menikah, Sarimin mengganti nama menjadi Wirasetika. Bersama sang istri, Wirasetika kemudian tinggal dan menetap di Tambak Merang.
Pada tahun 1903, Wirasetika bersama kedua temannya, Sadrana dan Nayareja mencari ilmu kejawen dengan berguru kepada Kyai Sidik Permana di Desa Dlepih, Tirtomoyo.Setelah cukup mumpuni dalam olah batin dan raga, Wirasetika menjalankan ritual mati raga beberapa tahun untuk mencari pulung. Tujuan utama agar bisa menggapai tingkat ilmu yang mumpuni dan mampu menjadi seorang kyai atau guru. Konon menurut kisahnya, Wirasetika berhasil menggapai Wahyu Katak pada tahun 1915. Dalam beberapa kesempatan, Wirasetika juga sempat mencari ilmu dan berguru kepada beberapa Kyai termasuk, Kyai Sonowijoyo dari Yogyakarta.
Setelah menggapai derajat tinggi ilmu kebatinan, pada tahun 1924, Wirasetika mendirikan tempat spiritual dan pengobatan orang sakit. Selain itu, Wirasetika mengklaim diri menjadi seorang guru spiritual. Sejak itulah, nama Wirasetika dikenal sebagai Kyai Tambak Merang. Selama menjadi guru spiritual, Kyai Tambak Merang meramalkan di tanah Jawa tidak akan muncul Raja lagi. Kemudian hari, ramalan ini ternyata menjadi kenyataan, karena setelah Raja Mangkunegara ditanah Jawa, seluruh rakyat bergabung kepada Republik menjadi sebuah negara bukan lagi kerajaan.
Untuk menarik simpati rakyat jelata, Kyai Tambak Merang membuat ramalan lagi bahwa pada bulan Sura akan datang sebuah bencana alam berupa banjir bandang. Kyai Tambak Merang mengumumkan bahwa dengan ilmu yang berasal darinya, siapapun akan terhindar dari mara bahaya, dan setelah semua berlalu akan datang masa kemakmuran.
Akibat dari ramalan ini, Kyai Tambak Merang dalam waktu singkat mendapat simpati dari rakyat jelata hingga mencapai ribuan orang. Simpatisan kemudian direkrut menjadi pengikut Kyai Tambak Merang. Setelah berhasil mengumpulkan ribuan pengikut, Kyai Tambak Merang mulai membuat langkah-langkah yang membuat gusar Kolonial Belanda. Salah satu rencananya adalah ingin membuat sebuah istana di Wonogiri. Secara tidak langsung, hal ini merupakan sindiran yang ditujukan pemerintah kolonial yang menciptakan jurang kesengsaraan dan kemiskinan rakyat Wonogiri.
Gerakan yang dilakukan Kyai Tambak Merang dengan terus membuat kritikan kepada kolonial hingga membuat setiap langkahnya selalu diawasi. Kyai Tambak Merang terus berusaha meyakinkan kepada pengikutnya, akan datang suatu masa dengan kehadiran Ratu Adil yang akan membebaskan rakyat dari kemiskinan dan kesengsaraan. Dengan adanya harapan-harapan inilah, rakyat yang menjadi pengikut semakin mendukung setiap langkah Kyai Tambak Merang dan tidak patuh lagi kepada pemerintah Kolonial.
Akibatnya, pemerintah kolonial menganggap Kyai Tambak Merang adalah seorang pemberontak yang membuat keresahan rakyat. Dalam menjalankan gerakan perjuangan, Kyai Tambak Merang kurang memperhatikan kebersamaan dan tidak terorganisasi dengan baik. Kemungkinan dalam hal organisasi pergerakan, Kyai Tambak Merang belum berpengalaman. Dengan melihat kelemahan gerakan Kyai Tambak Merang, pemerintah kolonial akhirnya menangkap Kyai Tambak Merang pada tahun 1935.
Akhirnya oleh Pemerintah kolonial memvonis Kyai Tambak Merang dan kemudian dipenjara di Surakarta. Setelah tokoh Kyai Tambak Merang dipenjara, praktis gerakan perlawanan pupus dan padam dengan sendirinya. Kisah perjuangan Kyai Tambak Merang, mengilhami rakyat jelata untuk terus berjuang melawan bentuk penjajahan dan penindasan.
Itulah kisah perjuangan pergerakan Kyai Tambak Merang dari Girimarto Kabupaten Wonogiri.