Pusaka Pangeran Sambernyawa yang berada di Petilasan Kaliwerak Gerdu Giripurwo Wonogiri. |
Kisah perjuangan Pengeran Sambernyawa dalam mengusir penjajah Belanda banyak dituturkan sebagai cerita rakyat. Tak terkecuali bagi rakyat Wonogiri yang wilayahnya sebagian besar merupakan tempat gerilya Pengeran Sambernyawa.
Kisah Petilasan Kaliwerak berawal dari perang gerilya Pangeran Sambernyawa melawan pasukan Belanda. Wilayah gerilya Pangeran Sambernyawa cukup luas mulai dari Gunung Kidul, Wonogiri, hingga Karanganyar.
Dalam menjalankan taktik gerilya banyak sudah halangan dan rintangan yang dihadapi. Pasukan Pangeran Sambernyawa banyak yang mengundurkan diri karena memang beban dan serangan pasukan Belanda begitu menyiksa.
Pada suatu ketika karena desakan dan serangan pasukan Belanda mengharuskan Pangeran Sambernyawa bersama prajuritnya mundur dan menghindari kontak. Setelah berhari-hari bersembunyi dari kejaran pasukan Belanda akhirnya sampai juga di suatu wilayah hutan dengan sumur tua yang sekarang bernama Gerdu masuk wilayah kelurahan Giripurwo.
Ketika sampai ditempat ini, Pangeran Sambernyawa bersama prajuritnya merasa sangat kelelahan karena berhari-hari berjalan tanpa henti. Beliau pun memerintahkan semua prajuritnya yang tinggal berjumlah 20 orang untuk beristirahat.
Ternyata pasukan Belanda tidak tinggal diam dan terus melakukan pengejaran kepada Pangeran Sambernyawa. Semua penduduk Wonogiri yang dijumpai pasukan Belanda diinterogasi untuk mengetahui keberadaan prajurit Pangeran Sambernyawa.
Hingga suatu ketika, pasukan Belanda berhasil mengendus persembunyian prajurit Pangeran Sambernyawa. Pimpinan pasukan Belanda segera mempersiapkan pasukan berjumlah seratusan untuk melakukan operasi pengepungan Pangeran Sambernyawa.
Dengan mengerahkan segala kekuatan, taktik dan strategi akhirnya pasukan Belanda sampai juga di persembunyian Pangeran Sambernyawa. Pada saat itu, prajurit telik sandi melaporkan pergerakan pasukan Belanda kepada Pangeran Sambernyawa.
Pangeran Sambernyawa pun termenung mendengar laporan prajuritnya. Hatinya juga gundah karena jika meneruskan pelarian tidak memungkinkan karena kondisi prajuritnya yang masih kelelahan disertai mental sedang dalam kondisi lemah.
Dan sebaliknya jika berdiam diri maka pasukan Belanda akan sebera menyergapnya dengan mudah. Kemudian Pangeran Sambernyawa melakukan semadi untuk menjernihkan pikiran sekaligus memohon petunjuk Sang Khalik agar bisa selamat.
Setelah bersemadi, dengan kekuatan batin yang luar biasa memerintahkan prajuritnya untuk tetap berdiam diri di tempat persembunyian.
Tidak beberapa lama, ratusan pasukan Belanda datang di wilayah sekitar persembunyian. Namun anehnya, pasukan Belanda sama seklai tidak mampu menemukan prajurit Pangeran Sambernyawa yang berada ditempat itu. Pasukan Belanda bahkan menghabiskan satu bulan untuk mencari persembunyian prajurit Pangeran Sambernyawa.
Sedangkan prajurit Pangeran Sambernyawa dapat dengan mudah melihat lalu lalang pasukan Belanda sambil menenteng senjata. Setelah merasa putus asa, akhirnya pasukan Belanda diperintahkan ditarik untuk kembali ke markas di kota Solo.
Akhirnya, Pangeran Sambernyawa bersama prajuritnya bisa selamat tanpa harus berhadapan dengan pasukan Belanda yang jumlahnya jauh dibanding prajuritnya. Beliau bersama prajuritnya meneruskan perjalanan menuju Gunung gambar wilayah Ngawen Gunung Kidul untuk menyusun kembali strategi dan kekuatan.
Berdasarkan kisah lolosnya prajurit Pangeran Sambernyawa dari kejaran pasukan Belanda di waktu kemudian nama tempat persembunyian ini dinamakan Petilasan Kaliwerak. Kaliwerak berasal dari kata Kaliweran (berseliweran) pasukan Belanda ketika mencari prajurit Pangeran Sambernyawa.
Petilasan Kaliwerak berada di Lingkungan Gerdu masuk Kelurahan Giripurwo Kecamatan Wonogiri. Berjarak sekitar 2 Km dari arah belakang Pasar Wonogiri Kota. Saat ini petilasan Kaliwerak masih terjaga keberadaannya sebagai satu bukti sejarah perjuangan Pangeran Sambernyawa melawan Belanda.
Di tempat ini juga masih menyimpan pusaka Tombak peninggalan Pangeran Sambernyawa. Pada hari tertentu pada bulan Suro pusaka ini dibersihkan (dijamas) bersama pusaka peninggalan Pangeran Sambernyawa yang lain.
(Di ceritakan kembali oleh Juru Kunci Rongo Sadiono Hadi Wirtono)