Monumen Watu Gilang |
Monumen Watu Gilang merupakan sebuah prasasti jejak sejarah terbentuknya Pemerintahan di Wonogiri. Terletak di pekarangan milik Bapak Sodimejo Dusun Nglaroh Desa Pule Kecamatan Selogiri. Di sebut Watu Gilang karena prasasti ini terdiri dari sebuah batu pipih lonjong dengan tinggi sekitar 45 cm.
Terdapat lima lekukan pada permukaanya yang digunakan sebagai simulasi strategi perang gerilya dengan bantuan batu-batu lebih kecil. Di sebelah barat terdapat kuburan kuda. Watu Gilang ini juga digunakan oleh Pangeran Sambernyawa atau Raden Mas Said sebagai tempat duduk bersila untuk melakukan semadi memohon petunjuk Sang Khalik atas kesulitan yang dihadapi waktu berjuang.
Dikisahkan pada jaman dahulu, Pengeran Sambernyawa menggunakan batu ini sebagai tempat duduk sembari dikelilingi para punggawa dan prajurit untuk melakukan musyawarah. Di tempat ini pula, Raden Mas Said yang didukung pengikut dan warga sekitar menyusun sebuah embrio kecil pemerintahan.
Untuk mengingat peristiwa ini, tempat ini kemudian diberi nama Nglaroh yang berasal dari kata Ngelar dan Roh yang bermakna memperluas wilayah. Pada saat itulah, Raden Sutawijaya beliau angkat sebagai Panglima Perang dan diberi gelar Ngabehi Rangga Panambang. Kemudian Ki Wiradiwangsa diangkat sebagai Patih dengan gelar Ngabehi Kudanawarsa.
Sedangkan 40 orang pengikut diberi tugas sesuai dengan kecakapan yang dimiliki dan diberi nama awalan Jaya. Semua yang hadir kemudian mengucapkan sumpah sehidup semati atau sumpah Kawula GUsti atau Pamoring Kawula Gusti, yang memiliki arti berdiri sama tinggi, duduk sama rendah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Ikrar sumpah berbunyi Tiji Tibeh atau Mati Siji Mati Kabeh, Mukti Siji Mukti Kabeh.
Peristiwa bersejarah awal mula terbentuknya pemerintahan yang terdiri dari Pimpinan, Panglima Perang, Patih serta 40 pengikut, salah satu sumber sejarah menyebut terjadi pada hari Rabu Kliwon tanggal 3 Rabiul Awal Tahun 1666 dengan Candra Sengkala Rasa Retu Ngoyag Jagad atau pada tahun masehi dbertepatan pada tanggal 19 Mei 1471 dengan Surya Sengkala Kahutaman Sumbering Giri Linuwih.
Dalam menjalankan pemerintahan, Raden Mas Said memiliki semboyan Tri Dharma yaitu :
Mulat Sarira Hangrasa Wani
Rumangsa Melu Handarbeni
Wajib Melu Hangrungkebi
Perjuangan Raden Mas Said dalam memperjuangkan nasib dan rakyatnya akhirnya membuahkan hasil gemilang dengan diakuinya daerah kekuasaan sebagai Praja Mangkunegaran. Beliau sendiri kemudian mendapat gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I. Atas perjuangan yang gigih dalam mengobarkan semangat kepahlawanan menentang bentuk kolonialisme Belanda maka Pemerintah RI menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional dan tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipurna.